mencitakan kemandirian fiskal daerah melalui transformasi pdrd - News | Good News From Indonesia 2024

Menciptakan Kemandirian Fiskal Daerah melalui Transformasi PDRD

Menciptakan Kemandirian Fiskal Daerah melalui Transformasi PDRD
images info

Tahukah Kawan GNFI, bahwa sudah lebih dari satu dasawarsa UU No. 28 tahun 2009 yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) berjalan, Kemandirian Fiskal Daerah sampai saat ini belum berjalan dengan baik.

Menurut laman resmi BPK, Kemandirian Fiskal merupakan indikator utama dalam mengukur kemampuan Pemerintah Daerah untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintah daerah, tanpa tergantung bantuan dari luar, termasuk dari pemerintah pusat.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, saat ini 70,35 persen pendapatan daerah merupakan hasil dari transfer pemerintah pusat. Jika ditinjau lebih jauh, terdapat 3 provinsi yang memiliki rasio Pendapatan Aset Daerah terhadap pendapatan daerah kurang dari 20 persen, yaitu: Papua Barat (7,47 persen), Papua (13,84 persen), dan Aceh (19,23 persen).

Artinya, masih banyak daerah yang sangat mengantungkan keuangannya kepada pemerintah pusat melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKKD).

Berdasarkan data yang dikeluarkan djpk.kemenkeu, sebenarnya pendapatan daerah yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengalami tren naik hingga tahun 2019, di mana secara akumulasi total pendapatan PDRD di tahun 2019 mencapai Rp 218,7 triliun.

Nilai PDRD tersebut meningkat Rp 51,4 triliun dari nilai PDRD tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp 167,3 triliun. Hal ini dapat terjadi karena pada tahun 2010 jenis pajak PBB-P2 telah diserahkan kepada pemerintah daerah.

Jika dilihat dalam kurun waktu 2016 sampai 2021, porsi PDRD sebenarnya relatif tidak banyak berubah walaupun ada pandemi Covid-19 yang sempat melanda Indonesia, secara rata-rata porsi PDRD pemerintah provinsi adalah 40 persen, pemerintah kota sebesar 19,8 persen dan pemerintah kabupaten sebesar 5,6 persen.

Akan tetapi, terdapat sebuah masalah di mana rasio PDRD antar wilayah memiliki ketimpangan yang sangat tinggi. Pada tingkat provinsi, PDRD tertinggi berada di pulau Jawa dengan angka sebesar 49,4 persen dan terendah berada di pulau Papua dengan porsi PDRD sebesar 6,1 persen.

Di tingkat kabupaten, wilayah Bali mempunyai rata-rata PDRB sebesar 15,9 persen yang jika dibandingkan dengan wilayah Papua sangatlah jauh dengan rata-rata sebesar 1,0 persen, bahkan Kabupaten Badung mempunyai besaran PDRD mencapai rata-rata 64,3 persen jauh di atas Papua.

Ketimpangan PDRD juga terjadi di tingkat perkotaan, wilayah perkotaan Maluku hanya memiliki rasio PDRB sebesar 5,5 persen berbanding terbalik dengan perkotaan di wilayah Bali yang memiliki PDRB sebesar 32,6 persen.

Lalu mengapa ketimpangan ini dapat terjadi? Hal ini dikarenakan objek dan wajib pajak di tiap daerah berbeda, seperti: kepatuhan pembayaran pajak, kemampuan daerah dalam menggali PDRD, dan perbedaan Sumber Daya Alam yang dimiliki.

Berdasarkan data tersebut tentu perlu adanya strategi dalam meningkatkan PDRD dan pengecilan ketimpangan rasio PDRB antarwilayah.

Transformasi PDRD

Gambaran pajak yang meningkat dengan transformasi digital
info gambar

UU No. 28 tahun 2009 sendiri telah mengatur jenis pajak tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaa, dan Pajak Rokok.

Sedangkan Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti: Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.

Transformasi PDRD daerah wajib untuk dilakukan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek melalui program ekstensifikasi, intensifikasi, pengawasan, pelayanan dan penegakan hukum yang tegas.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah peningkatan basis data pajak. Langkah ini meliputi pendataan wajib pajak dan objek pajak, meningkatkan koordinasi antarOPD, memanfaatkan data dari pihak ketiga, pajak melalui DJP, hingga kendaraan melalui asosiasi, dealer dan ATPM.

Langkah kedua dengan melakukan peningkatan Sumber Daya Manusia. Langkah ini meliputi peningkatan kompetensi penilai, penagih dan pemeriksa pajak serta pembentukan kerjasama antar daerah yang telah berhasil dalam pelaksanaan pemungutan pajak.

Langkah ketiga adalah perlu adanya penyesuaian dasar penggenaan pajak. Penyesuaian ini meliputi penyesuaian kemampuan objek pajak, nilai kendaraan bermotor yang mengikuti harga pasar, dan penyesuaian NJOP dalam penggenaan PBB dan BPHTB.

Langkah keempat adalah penerapan pajak berbasis elektronik. Meliputi penciptan database, pelayaan pajak berbasis elektronik, seperti: e-payment, kemudahan akses pajak, dan pembentukan call center.

Selain pajak, perlu adanya program dalam peningkatan Retribusi Daerah. Adapun strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan perluasan basis penerimaan pajak. Dengan cara peninjauan ulang struktur dan besaran tarif retribusi yang lebih realistis yang tidak memberatkan.

Selain itu, perlu adanya peningkatan Sumber Daya Manusia yang kompetitif. Dengan cara melakukan penyusunan SOP pelayanan, dan kemudahan pemungutan retribusi daerah. Terakhir dengan pemanfaatan IT dalam pelayanan, seperti: e-SKPD, e-payment, IMB Online, Parking Meter

Dilansir dari djpk.kemenkeu, salah satu daerah yang telah sukses dalam melakukan Transformasi PDRD adalah Kota Malang. Kota Malang telah menerapkan pajak daerah secara online sejak 28 Oktober 2015 lalu.

Melalui Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang meluncurkan sistem pajak online atau e-tax, program ini terdapat Case Management System (CMS) di mana nantinya CMS inilah yang akan menghitung sendiri pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak. Bekerja sama dengan Bank Jatim, realisasi penerimaan pajak Kota Malang pada 2018 lalu menjadi capaian tertinggi senilai Rp 437,7 miliar.

Bahkan pada 2023 lalu, sektor pajak ditargetkan menyumbang 84 persen dari penerimaan PAD sebesar Rp 1 triliun.

Selain Kota Malang terdapat beberapa daerah yang juga telah menerapkan Transformasi PDRD dalam melakukan pemungutan pajak, di antaranya: Kota Medan yang telah menerapkan pembayaran tarif parkir berbasis online, Penerapan E-Payment untuk Pembayaran PKB oleh Pemerintah Maluku Utara, dan adanya Tapping Box yang merupakan bentuk pengawasan transaksi penjualan yang dilakukan oleh wajib pajak secara online di Kota Batam.

Optimalisasi penerimaan perpajakan juga turut menstimulus pembenahan aspek kelembagaan yang pada akhirnya akan memperkuat kapasitas negara. Aspek ini mencakup adanya perubahan perilaku pemerintah, dari pemungutan berbasis paksaan mejadi berbasis pelayanan. Secara tidak langsung, akan muncul apa yang disebut sebagai governance dividend atau bonus positif dari perpajakan terhadap tata kelola pemerintahan (Moore, 2004).

Jadi peningkatan PDRD ini merupakan hal yang sangat krusial untuk dilakukan kedepan Kawan GNFI. Terlebih kedepan pemerintahan baru memiliki banyak agenda dalam menciptakan berbagai program untuk kesejahteraan masyarakat. Harapannya dengan melalukan Transformasi PDRD, Indonesia khususnya pemerintah daerah lebih bisa mandiri secara Fiskal.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JB
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.