kirab budaya memetri bumi eyang cokrojoyo sunan geseng di desa musuk - News | Good News From Indonesia 2024

Kirab Budaya Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng di Desa Musuk

Kirab Budaya Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng di Desa Musuk
images info

Desa Musuk, Kecamatan Sambirejo, kembali menggelar Kirab Budaya Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng. Ini merupakan sebuah acara tahunan yang telah menjadi tradisi turun-temurun. Rangkaian kegiatannya berupa kirab, nyekar petilasan, pelepasan burung, dan pentas budaya kesenian reog.

Acara yang diadakan pada hari Jumat, 2 Agustus 2024 ini bertujuan untuk melestarikan budaya lokal sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia yang telah diberikan.

Menjunjung Makanan ke Petilasan Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng
info gambar

Kirab Budaya Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng memiliki akar sejarah yang kuat di desa ini. Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng sendiri merupakan sosok leluhur yang dihormati dan diyakini sebagai tokoh yang berjasa dalam membangun dan menjaga harmoni desa.

Memetri Bumi dalam bahasa Jawa berarti memelihara bumi, yang mencerminkan filosofi hidup masyarakat desa dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan sosial.

Namun apakah Kawan GNFI sudah tahu sejarah dari kegiatan ini. Kemudian, apakah kawan GNFI tahu kegiatan kirab budaya tersebut seperti apa?

Yuk, Kawan GNFI kita simak bersama keseruan acara Kirab Budaya Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng yang diulas oleh KKN PPM UGM Merapah Sambirejo sebagai berikut!

Sejarah Singkat Petilasan Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng

Petilasan Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng
info gambar

Eyang Cokrojoyo Kanjeng Sunan Geseng merupakan murid dari Sunan Kalijaga. Petilasan tersebut juga dikenal dengan nama Sentana Dhuwur. Sejarah dari petilasan bermula dari Sunan Kalijaga yang berpesan kepada Cokrojoyo untuk menjaga bukit tersebut. Sunan Kalijaga kemudian pergi ke Gunung Lawu.

Setelah beberapa waktu, Sunan Kalijaga kembali dari Gunung Lawu dan langsung menuju ke bukit tempat Cokrojoyo berada. Sesampainya di atas bukit itu, Sunan Kalijaga kaget karena tongkat yang ditancapkan itu sudah tumbuh menjadi pohon bambu berduri yang cukup lebat.

Sunan Kalijaga memanggil-manggil Cokrojoyo, tetapi tidak ada sahutan atau jawaban. Akhirnya, rerimbunan pohon bambu itu dibakar oleh Sunan Kalijaga. Saat itulah, Cokrojoyo muncul dalam kondisi hangus atau gosong.

Dalam bahasa Jawa juga disebut Geseng. Kendati tubuhnya gosong, Eyang Cokrojoyo masih sehat walafiat. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga kemudian memberi sebutan baru bagi Eyang Cokrojoyo, yakni Sunan Geseng.

Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng kembali melanjutkan perjalanan ke Demak. Bukit tersebut sekarang disebut Sentana Dhuwur. Dalam situs tersebut, sebenarnya berisi petilasan tongkat Sunan Kalijaga yang dibakar. Namun, anehnya di atas bukit itu ada tiga gundukan tanah seperti makam.

Rangkaian Kegiatan

Menjunjung Makanan ke Petilasan Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng
info gambar

Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng diawali dengan kegiatan kirab yang dimulai pada pukul 08.00 WIB. Acara kirab dengan barisan depan dimulai oleh reog, gunungan, ayam ingkung dan tumpeng, serta diikuti barisan warga yang memeriahkan.

Kirab ini berangkat dari titik mulai di dukuh terdekat dan berakhir di petilasan. Ayam ingkung yang dibawa oleh masyarakat dari masing-masing keluarga yaitu ayam satu ekor.

Selain itu, warga sekitar juga membawa tumpeng beserta dan aneka makanan lainnya. Pada acara ini terdapat pula gunungan, yakni istilah dari berbagai sayuran dan buah yang disusun berbentuk gunung. Gunungan tersebut nantinya akan diperebutkan oleh masyarakat untuk memeriahkan acara.

Penari Reog
info gambar

Setelah kirab sampai pada titik akhir, dilakukan pembukaan acara Memetri Bumi Eyang Cokrojoyo Sunan Geseng. Acara ini dihadiri oleh perwakilan Bupati Sragen, jajaran perangkat Kecamatan Sambirejo, perangkat Desa Musuk, perangkat seluruh Desa yang berada di Kecamatan Sambirejo, serta warga Desa Musuk.

Tamu undangan melakukan pelepasan burung serta penaburan bunga dalam rangka nyekar petilasan.

Penulis: Muhammad Farid, Alifia Zahra Khoirunnisa, dan Muhammad Firman Al Khawarismi

Dokumentasi: Maya Enggar dan Muhammad Farolan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.