Tahukah Kawan dengan salah satu permainan tradisional yang ada di Indonesia, yakni famaikara? Apakah Kawan pernah mendengar atau memainkan permainan tradisional ini sebelumnya?
Famaikara adalah salah satu permainan yang berkembang di tengah masyarakat Nias. Permainan tradisional ini secara rinci bisa Kawan jumpai di Idanogawo, Nias Timur, Sumatra Utara.
Sama seperti permainan tradisional lain yang ada di Indonesia, famaikara ini sudah tidak dimainkan semasif dulunya oleh generasi muda pada saat ini. Banyaknya pilihan alternatif hiburan menjadi salah satu alasan mengapa permainan tradisional famaikara mulai jarang dimainkan.
Padahal permainan tradisional ini mengandung nilai-nilai edukatif dan positif yang bisa dimaknai oleh setiap pemainnya. Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait permainan tradisional dari Nias ini dan apa saja nilai-nilai edukatif yang bisa dimaknai oleh setiap pemainnya?
Mengenal Gatrik, Permainan Tradisional dari Jawa Barat yang Dimainkan Secara Berkelompok
Mengenal Permainan Famaikara
Dilansir dari laman Warisan Budaya Takbenda Indonesia, permainan tradisional famaikara memiliki arti sebagai bermain batu. Pengertian ini merujuk kepada proses permainan famaikara yang menggunakan batu dalam melaksanakannya.
Permainan yang satu ini biasanya dimainkan oleh anak-anak dalam rentang usia 10 hingga 13 tahun. Anak-anak yang sudah melewati usia tersebut sudah mulai jarang memainkan permainan tradisional yang satu ini.
Selain itu, permainan yang satu ini pada umumnya dimainkan oleh anak laki-laki. Tidak banyak atau bahkan jarang anak-anak perempuan yang ikut memainkan permainan famaikara tersebut.
Menurut riwayatnya, permainan tradisional famaikara sudah eksis dan berkembang di tengah masyarakat Nias dalam kurun waktu lama. Tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali permainan tradisional ini mulai dimainkan.
Akan tetapi, permainan tradisional tersebut sudah diwariskan dari generasi-generasi sebelumnya yang ada di Nias. Oleh sebab itu, keberadaan permainan tradisional famaikara masih tetap bisa dijumpai hingga saat ini.
Mengandung Nilai Sosial
Meskipun dimainkan oleh anak-anak untuk mengisi waktu luang, famaikara sebenarnya tidak terbatas pada sebuah permainannya saja. Terdapat berbagai macam nilai edukatif yang bisa dimaknai oleh para anak-anak yang memainkan permainan ini jika dipahami lebih dalam.
Salah satu nilai positif yang bisa didapatkan oleh setiap anak-anak yang memainkan famaikara adalah nilai sosial. Permainan famaikara yang biasanya dimainkan secara berkelompok bisa mengasah interaksi sosial yang ada di dalam diri masing-masing anak.
Selain itu, permainan tradisional ini juga tidak memandang latar belakang dan kelas sosial dari masing-masing anak. Sebab setiap anak yang berasal dari berbagai macam latar belakang keluarga, baik dalam hal sosial maupun ekonomi bebas memainkan permainan tradisional ini secara bersama-sama.
Sepak Tekong, Permainan Tradisional dari Sumatra Barat yang Mirip dengan Petak Umpet
Cara Bermain
Permainan famaikara dimainkan oleh dua orang pemain dalam setiap prosesnya. Pemain yang memainkan permainan tradisional ini biasanya tidak lebih dari jumlah tersebut.
Para pemain ini kemudian mesti menyiapkan batu sebagai alat utama dalam permainan famaikara. Tidak sembarangan batu yang bisa digunakan dalam permainan tersebut.
Batu yang biasanya digunakan dalam permainan ini memiliki bentuk yang agak bulat dan pipih. Hal ini nantinya akan berkaitan untuk mempermudah para pemain dalam memainkan permainan tersebut.
Setelah memiliki batu masing-masing, langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah membuat tiga garis secara sejajar di tempat bermain dengan jarak masing-masing 2 meter. Garis pertama berfungsi sebagai titik start.
Kemudian garis kedua berfungsi sebagai titik tengah. Terakhir, garis ketiga berfungsi sebagai finish.
Para pemain bisa melempar batu dari titik start ke arah garis finish. Batu terdekat dengan garis finish bisa memulai permainan lebih awal.
Pemain ini kemudian mesti melempar batu dari lawan. Jika pemain ini gagal melakukannya, maka dirinya masih memiliki satu kesempatan untuk kembali melempar.
Percobaan kedua ini dilakukan dengan pemain membelakangi batu dari lawannya. Kemudian pemain tersebut bisa melenturkan badan agar bisa mengenai batu dari lawan.
Sumber:
- https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=142
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News