Dalam rangka memperingati Hari Sungai Nasional 2024, KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2024 menghadiri acara Festival Kali Juwana ke-5 yang diselenggarakan oleh Komunitas Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana (Jampisawan). Acara dengan mengusung tema “Mupakara Thirtakamandalu: Menjaga Air Kehidupan” ini diselenggarakan mulai dari 27 Juli 2024 hingga 17 Agustus 2024. Beberapa rangkaian acara pembuka yang dilakukan pada tanggal 27 Juli silam adalah Rembug Kali Juwana, Resik-resik Kali Gilis, Selebrasi Cukrik Nelayan Kali Juwana, dan Puisi Kali Juwana. Rangkaian acara tersebut diselenggarakan di bawah Jembatan Biru Ngastorejo-Sugiharjo.
Pada salah satu rangkaian kegiatannya yaitu Rembug Kali Juwana (27/07/2024), Husaini, penasehat Jampisawan selaku moderator diskusi menyatakan bahwa, “Kita semua harus paham bahwa air Juwana tidak hanya soal banyu mili (air mengalir) tetapi urusannya dengan kehidupan kita semua. Sebagian disedot untuk PDAM, pertanian, dan sebagian untuk mencari ikan bagi perahu kecil.”.
Memang benar, aliran Sungai Juwana atau yang disebut juga Sungai Silugonggo telah menghidupi banyak masyarakat, termasuk masyarakat Desa Ngastorejo. Secara turun-temurun, Masyarakat Ngastorejo memanfaatkan air sungai tersebut untuk keperluan irigasi sawah sebagai sumber mata pencaharian utama masyarakat, memancing sebagai hiburan, atau bahkan untuk sekedar menghabiskan waktu menikmati senja. Maka dari itu, Rembug Kali Juwana menjadi hal yang penting dilakukan untuk membangun kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap isu yang begitu dekat dengan kepentingan kehidupan sehari-hari mereka.
Husaini menyampaikan, “Kalau kita harus diminta untuk menjaga air kehidupan di Sungai Juwana, paling tidak ora ono (tidak ada) sampah ning (di)kali Juwana. Kali yang sedang dibersihkan ini (Kali Gilis) sampahnya merupakan setoran dari Kota yang kemudian sampahnya masuk ke Sungai Juwana.”.
Diskusi ini juga dimeriahkan dengan kehadiran Sosiawan Leak, seorang penyair dengan karya kreatif yang dekat dengan unsur sosial politik dalam masyarakat. Ia mengatakan “Kali yang dulu merupakan peradaban muka menjadi peradaban belakang. Sekarang (di Indonesia) peradaban mukanya adalah jalan besar, kota-kota besar.”.
“Kota-kota di Eropa seperti Bremen, Berlin, Amsterdam, atau di negara Korea Selatan, itu (Sungai) dipertahankan menjadi muka. Itulah kenapa sungai-sungai di sana bagus-bagus, bisa 24 jam nongkrong di sana.” ungkap Leak dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut.
Bagi Leak, salah satu hal yang Hal yang penting untuk dilakukan adalah dengan merubah paradigma masyarakat tentang sungai. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sungai viral di media sosial. “Sekarang ada peluang untuk merubah itu (paradigma masyarakat) yakni dengan peradaban IT. Sungai-sungai, termasuk Sungai di Solo, akhirnya mencapai perubahan masyarakat–melalui pembersihan dan lain sebagainya–karena terus diunggah di Instagram dan hal itu tidak bisa disepelekan.”.
Tidak hanya itu, baginya kemajuan IT juga dapat digunakan untuk membuat visual yang menarik tentang bagaimana peradaban sungai dapat dibentuk.”Intinya memang ada pertemuan yang menguntungkan pengelolaan sungai sebagai tempat sampah peradaban dengan peradaban yang dibikin sebagus mungkin secara visual ditambah lagi dengan memanfaatkan viralitas yang dilakukan oleh Gen Z.”.
Diskusi kemudian berlangsung dengan menyampaikan pertanyaan terkait mekanisme dan kebijakan pemerintah yang telah diupayakan dengan mengundang perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Pati, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (PUSDATARU), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pati, BPDAS Pemali Jratun, Kepala Desa Ngastorejo, dan Kepala Desa Sugiharjo. Beberapa isu yang dibahas dalam Rembug kali ini adalah kendala sosialisasi informasi yang terhenti di tingkat balai desa dan tidak diteruskan ke masyarakat luas, strategi kebijakan dengan pemanfaatan Bendungan Karet dan pengerukan sungai untuk menangani banjir di tengah masalah perubahan iklim, kurangnya koordinasi antar lembaga, dampak dari pembuangan sampah di sungai, serta pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai salah satunya dengan tidak membuang sampah.
Penulis: Gracya Qualimva
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News