kuda lumping menjaga warisan leluhur di desa sukadamai banyuasin - News | Good News From Indonesia 2024

Kuda Lumping, Menjaga Warisan Leluhur di Desa Sukadamai, Banyuasin

Kuda Lumping, Menjaga Warisan Leluhur di Desa Sukadamai, Banyuasin
images info

Desa Sukadamai, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin — Sejak tahun 1980-an, desa ini telah menjadi rumah bagi transmigran asal Jawa. Mereka membawa serta warisan budaya yang kaya, termasuk seni pertunjukan tradisional kuda lumping.

Sejak saat itu, kuda lumping menjadi salah satu bentuk hiburan dan ritual yang rutin digelar di desa ini, sebagai cara untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur mereka. Keberadaan kuda lumping di Desa Sukadamai menjadi simbol kekayaan tradisi dan sejarah yang terjaga hingga kini.

Sejarah dan Makna Kuda Lumping

Kuda lumping, atau jaran kepang, adalah seni pertunjukan tradisional Jawa yang menggabungkan unsur tari, musik, dan magis. Dalam pertunjukan ini, penari menggunakan kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu dan diiringi oleh musik gamelan.

Sering kali, pertunjukan ini melibatkan adegan trance atau kesurupan, di mana penari menunjukkan kekuatan supranatural, seperti makan kaca atau bara api.

Seni ini diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit di abad ke-14. Pada masa itu, kuda lumping merupakan bagian dari ritual keagamaan dan upacara adat untuk mengusir roh jahat atau sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Hingga kini, nilai-nilai tersebut masih tercermin dalam setiap pertunjukan kuda lumping di Desa Sukadamai.

Kuda Lumping Temanggung: Persembahan Budaya yang Memukau dari Daerahku

Transmigrasi dan Pengaruh Budaya di Desa Sukadamai

Transmigrasi adalah program pemerintah Indonesia yang dimulai pada awal abad ke-20. Program ini bertujuan mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan Bali dengan memindahkan penduduknya ke pulau-pulau lain yang kurang padat, termasuk Sumatra. Pada tahun 1980-an, banyak penduduk Jawa dan Bali bermigrasi ke Desa Sukadamai, membawa serta budaya, adat istiadat, dan tradisi mereka.

Budaya kuda lumping menjadi salah satu warisan yang turut dibawa dan dijaga oleh para transmigran di Desa Sukadamai. Sejak saat itu, kuda lumping menjadi bagian dari kehidupan desa, sering kali dipertunjukkan sebagai bentuk hiburan dan ritual dalam upaya melestarikan warisan budaya leluhur mereka.

Tokoh Sentral dalam Pelestarian Kuda Lumping

Tokoh pelestari kuda lumping di Sukadamai
info gambar

Jumaidi dan Amirin adalah dua tokoh sentral dalam upaya pelestarian kuda lumping di Desa Sukadamai. Sejak tahun 2010-an, mereka aktif menghidupkan kembali seni ini.

Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, mereka tidak hanya berperan sebagai penggiat seni, tetapi juga mentor bagi generasi muda, mengajarkan pentingnya melestarikan budaya.

Gayeng Keblukan, Perpisahan KKN UGM JT-109 Tampilkan Budaya Tari Kuda Lumping

Jumaidi dan Amirin rutin mengadakan latihan dan pertunjukan kuda lumping, melibatkan pemuda desa untuk ikut serta. Mereka percaya bahwa menjaga tradisi ini adalah tanggung jawab bersama. "Kuda lumping bukan hanya seni pertunjukan, tetapi juga simbol identitas dan kebersamaan kita," ujar Jumaidi.

Akulturasi dan Dinamika Budaya

Pemuda Desa sebagai Pemain Kuda Lumping
info gambar

Pelestarian kuda lumping di Desa Sukadamai mencerminkan perpaduan budaya yang unik. Musik pengiring dalam pertunjukan kuda lumping, yang dikenal sebagai gendhing, kini mencakup elemen-elemen Islami dan pengaruh budaya Sriwijaya, selain nada-nada tradisional Jawa. Akulturasi ini memperkaya pertunjukan kuda lumping, menjadikannya lebih dinamis dan relevan dengan konteks lokal.

Misalnya, dalam beberapa pertunjukan, elemen musik Islami seperti rebana digabungkan dengan gamelan tradisional. Hal ini mencerminkan adaptasi budaya yang terjadi di desa ini, di mana tradisi lama berbaur dengan elemen baru tanpa menghilangkan esensi aslinya.

Tantangan dan Harapan di Era Modern

Meski demikian, pelestarian kuda lumping menghadapi berbagai tantangan. Globalisasi dan modernisasi membawa perubahan signifikan dalam minat generasi muda. Banyak dari mereka yang lebih tertarik pada hiburan modern dan teknologi, mengakibatkan berkurangnya minat terhadap seni tradisional seperti kuda lumping.

Jumaidi dan Amirin menyadari tantangan ini. "Generasi muda perlu diajak untuk mengenal dan mencintai budaya mereka sendiri," tutur Jumaidi seusai pertunjukan kuda lumping pada 17 Juli 2024. Untuk itu, mereka terus mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak-anak dan remaja, seperti latihan tari kuda lumping dan latihan gamelan.

Makna Tersebunyi Dari Pagelaran Kuda Lumping

Menjaga Warisan Budaya untuk Masa Depan

Dalam era modern ini, mempertahankan identitas budaya menjadi semakin penting. Kuda lumping di Desa Sukadamai bukan hanya sekadar seni pertunjukan, tetapi juga simbol kebersamaan, identitas, dan warisan budaya yang harus dijaga agar tidak hilang ditelan zaman. Dukungan dari masyarakat setempat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memastikan seni ini tetap hidup dan berkembang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

WL
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.