Masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke memiliki beraneka ragam tradisi yang sudah ada sejak turun-temurun. Beragam tradisi yang dimiliki setiap daerah masih dilestarikan hingga saat ini, contohnya tradisi menyambut hari raya Iduladha di Aceh yang dikenal dengan sebutan meugang.
Tradisi tersebut masih terus dilakukan oleh masyarakat setempat. Meugang dilakukan tiga kali dalam setahun antara lain dua hari sebelum memasuki bulan Ramadan, dua hari menjelang Idulfitri dan Iduladha.
Meugang yang disebut juga dengan makmeugang, uroe meugang atau uroe keuneukoh, dan haghi mamagang. “Gang” dalam bahasa Aceh artinya pasar, yang mana jika di hari biasa, sedikit masyarakat yang berbelanja ke pasar. Namun, menjelang hari besar umat Muslim, masyarakat berbondong-bondong mengunjungi pasar. Oleh sebab itu, munculah istilah “Makmu that gang nyan” yang diartikan “Makmur sekali pasar itu”.
Tradisi meugang sudah ada sejak penyebaran islam pertama kali di Aceh pada abad ke-14 Masehi dan dimulai pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. Pelaksanaan tradisi meugang dilakukan oleh Kerajaan dan dihadiri Para menteri, sultan, serta para ulama.
Tidak hanya dihadiri oleh orang penting saja, raja juga memerintahkan untuk membagikan daging serta bahan pokok lainnya untuk dibagikan kepada fakir miskin dan kaum dhuafa. Akan tetapi, di berbagai sumber lain juga mengatakan bahwa tradisi meugang ini dilaksanakan oleh Sultan Iskandar Muda sebagai bentuk rasa syukur menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Karena itu, dipotonglah kerbau dan dagingnya dibagikan kepada masrakyat.
Pesona Paepira Lakeside Sampai Dianggap sebagai Banda Neira-nya Sumut
Meugang sangat penting bagi seluruh masyarakat Aceh dari berbagai kalangan. Semua merayakan dengan penuh suka cita melalui tradisi ini. Hidangan utama daging sapi disajikan dengan berbagai macam olahan makanan serta beberapa hidangan pendamping lainnya, seperti daging ayam maupun bebek. Bisa dikatakan bahwa meugang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh.
Berbagai macam jenis hidangan berbahan dasar daging sapi yang dihidangkan tentunya berbeda beda setiap daerah. Bahkan, setiap rumah belum tentu menyajikan hidangan yang sama. Setiap wilayah yang ada di Aceh memiliki makanan khas mereka sendiri untuk perayaan meugang ini.
Seperti di perkotaan yang mayoritas pendatang dari berbagai daerah, mereka biasanya memasak daging sapi sesuai dengan makanan khas dari daerah mereka masing-masing. Sebagai contoh ada sate, semur, dan berbagai jenis olahan makanan berbahan dasar daging sapi lainnya.
Di Aceh Besar, mereka mengolahnya menjadi daging asam keueung dan sop daging. Lain lagi di di Aceh Utara diolah menjadi masakan kari ataupun sop daging, kari yang dibuatpun berbeda dari kari daerah lain. Mereka punya ciri khas dan cita rasa tersendiri.
Di Aceh Barat dan Aceh Selatan merkea mengolahnya menjadi gulai merah dengan cita rasa pedas seperti masakan Padang. Selain makanan utama yang dihidangkan pada tradisi meugang ini, biasanya makanan pendamping ini tidak pernah ketinggalan untuk disajikan seperti, tape, timpah dan leumang.
Pentingnya Pelestarian Budaya di Aceh, Lawan Penghapusan Identitas
Perayaan tradisi meugang ini selain dianggap sebagai salah satu tradisi keagamaan yang harus dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Meugang juga menjadi momen penting berkumpulnya seluruh keluarga yang tinggal jauh ataupun merantau. Pada waktu ini, biasanya mereka akan pulang ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga besar. Melalui tradisi meugang masyarakat Aceh ini, ada nilai kebersamaan yang sejak dahulu ditanamkan oleh para leluhur.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News