Kawan GNFI, pernahkah kamu membandingkan betapa cukup banyak perubahan yang terjadi pada era jurnalisme di dunia masa kini daripada masa lalu?
Jika kita telusuri, jurnalisme tradisional lebih banyak mendapatkan datanya melalui wawancara atau liputan langsung dari tempat kejadian. Sedangkan saat ini, penulis berita lebih leluasa mendapatkan informasinya melalui berbagai cara—tak hanya wawancara atau liputang langsung saja—melainkan juga dari berita-berita terdahulu, arsip, kutipan dari portal lain, dan sebagainya.
Cara penyajiannya pun tak lagi sebatas tulisan atau tayangan di televisi. Jurnalisme digital membuat berita yang ditampilkan kemudian berkembang menjadi ragam media lainnya, sebut saja konten video interaktif dan infografis—statistik.
Ini semua dikarenakan kecanggihan teknologi, yang mana membuat segala sesuatu bergantung pada digitalisasi. Media yang digunakan mengandalkan kecepatan akses dan internet. Pembuatan tulisan atau konten tak lagi 'sekadar' tool menulis, melainkan juga perangkat lunak untuk memvisualisasikan data yang akan disajikan.
Ruang Budaya Melalui Jurnalisme, Merawat dengan Informasi
Dengan demikian, tentunya kita, terutama sebagai penikmat dan penulis warta to be, perlu penyesuaian dan melengkapi diri. Harapannya, tak 'hanya' skill menulis yang akan Kawan GNFI kuasai dan gunakan untuk terjun ke lapangan. Namun, juga keahlian mengumpulkan, mengelola, dan menggali wawasan berharga dari data.
Dari sini, kita akan menggunakan keahlian visualisasi interaktif tersebut untuk menjadi cerita yang berbasis data memikat dan informatif sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum.
Nah, disitulah peran data science hadir untuk menunjang penulis demi menyajikan laporan yang tidak hanya komprehensif, tetapi juga mendalam.
Di sisi lain, pembaca selain teredukasi, juga mendapatkan kesempatan untuk ikut ‘menggelar’ diskusi sehat tentang informasi yang diberikan.
Kemudahan Mendapatkan Data, Jangan Sampai Abai Etika
Di sisi lain, terlepas dari segala kemudahan yang ada dalam jurnalisme digital, sebagai penulis, kita dituntut untuk tetap berpegang pada etika jurnalistik, salah satunya adalah menyajikan berita yang benar dan valid. Jangan sampai Kawan GNFI melalaikan poin penting tersebut.
Tumbang Namun Menumbuhkan, Medan Prijaji jadi Pelopor Jurnalisme Advokasi Indonesia
Inilah ‘sedikit’ resiko yang dihadapi ketika terpapar informasi menjadi begitu mudah dan cepat. Penulis harus secara sadar diri dan penuh tanggung jawab ketika menjadi ‘komunikator’ bagi masyarakat. Pun juga penikmat data, seyogianya dibekali dengan kemampuan memfilter pemberitaan yang ada.
Well, sejatinya, menghadapi digitalisasi jurnalistik, menjadi penulis dengan data yang handal dan mahir dalam mengomunikasikan informasi kompleks secara efektif kepada berbagai audiens itu penting. Karena dengan demikian, kita dapat data berkontribusi dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yang terbiasa menggunakan data dalam keseharian.
Nah, kamu sudah tahu belum, jika GNFI membuka kesempatan bagi Kawan GNFI untuk belajar mendalam mengenai data analis dan jurnalisme digital?
Di sini, kita akan dilatih secara intensif untuk merancang dan membangun platform yang juga ditujukan dalam penyajian jurnalisme berbasis data yang menyediakan data statistik dan visualisasi tentang berbagai topik terkait Indonesia.
Dengan demikian, harapannya akan mampu membantu jurnalis, peneliti, dan masyarakat umum di Indonesia untuk menemukan data yang akurat dan terkini, melahirkan inovasi, diskusi, hingga solusi berbasis data.
Berikut yang akan kamu pelajari selama Studi Independen Bersertifikat di GNFI x MSIB Batch 7!
- Data Analytics Foundation
- Digital Journalism Foundation
- Interactive Data Visualization with Journalism Technique and Value
- Big Data Analytics
- Journalistic Project Initiation Using Data Analytics
- Capstone Project
- dan masih banyak lagi.
Informasi selengkapnya, cek postingan di bawah ini, Kawan GNFI!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
