Indonesia memiliki banyak adat pernikahan unik, salah satunya tradisi begalan ala masyarakat Banyumas. Tradisi ini telah ada sejak zaman adipati dan diwariskan secara turun temurun.
Melansir dari jurnal berjudul Redefinisi Makna Tradisi Begalan oleh Sanggar Sekar Kantil dalam Ritus Pernikahan Masyarakat Banyumas oleh Endri Apriliana Adi Wahyu dan Nugroho Trisnu Brata, tradisi begalan merupakan tradisi pernikahan masyarakat Kabupaten Banyumas sarat makna dan nasihat bagi pasangan pengantin yang baru menikah.
Tradisi begalan diharuskan ketikan anak sulung menikah dengan anak sulung, begitu pula anak bungsu menikah dengan anak bungsu. Begalan berfungsi sebagai ruwatan atau menghindari pernikahan dari keburukan.
Samosir, Cerita Pulau yang Muncul dari Program Pemerintahan Kolonial Belanda
Asal-usul tradisi Begalan

Begalan berasal dari kata begal ditambahkan akhiran an. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), begal artinya penyamun atau perampas. Mbegal artinya orang yang pekerjaannya merampas barang milik orang lain.
Begalan dalam tradisi pernikahan Banyumasan memiliki arti merampas waktu pengantin untuk memberikan nasihat mengenai kehidupan berumah tangga.
Tradisi begalan ada berdasarkan kisah masa lalu Karesidenan Banyumas. Kala itu, Adipati Wirasaba hendak menikahkan putrinya, Dewi Sukesi, dengan putra Adipati Banyumas, Tirtokencono.
Seminggu setelah akad nikah, Adipati Banyumas membawa pengantin dari Wirasaba ke Banyumas untuk ngunduhmantu. Ketika rombongan masuk hutan belantara, mereka dihentikan kelompok orang berpakaian serba hitam mengenakan ikat kepala dan membawa golok. Kelompok hitam tersebut bermaksud merampas barang bawaaan rombongan pengantin.
Beruntung, para pengawal Adipati Banyumas berhasil menggagalkan rencana kelompok tersebut. Kisah ini menjadi inspirasi tradisi begalan.
Mengenal Durian Milky Khas Batang yang Legit Seperti Susu
Pelaksanaan Tradisi Begalan

Meski tergolong tradisi atau ritual, begalan dilaksanakan semenarik mungkin agar sekaligus menjadi hiburan masyarakat.
“Begalan tidak hanya sebagai ritual ajaran-ajaran untuk kedua mempelai, tetapi juga menjadi sebagai media hiburan,” ujar Yusmanto, pelaku seni Banyumas, dikutip dari YouTube BPNB D.I. Yogyakarta.
Pelaku utama tradisi begalan terdiri dari danabau, utusan pengantin laki-laki dan juru mertani, berperan sebagai begal, utusan pengantin perempuan untuk menjaga wilayah acara.
Danabau berdandan rapi dengan menggunakan jarit dan sandal selop. Sementara itu, juru mertani berdandan sederhana dengan kumis palsu dan senjata dari papan kayu.
Barang yang harus ada dalam tradisi begalan disebut ubo rampe atau beragam peralatan rumah tangga tradisional. Biasanya terdiri dari 12 macam, antara lain pikulan, ilir, cething, iyankusan, siwur, sorok, ciri, munthu, irus, sapu sada, dan kendhil. Peralatan rumah tangga itu dibawa dalam pikulan.
Begalan dilaksanakan setelah selesai akad. Dimulai dengan tanda diputarnya gending-gending atau lagu khas Jawa.
Pelaku utama akan masuk sambil menari. Setelah itu, dia akan memperkenalkan diri sebagai pembukaan. Selesai perkenalan, musik kembali diputar dan mereka akan kembali menari.
Percakapan danabau dan juru mertani seputar nasihat pernikahan melalui makna dari peralatan ubo rampe. Mereka menggunakan bahasa Jawa Banyumasan yang telah dipahami masyarakat Banyumas.
Tidak hanya menjelaskan ubo rampe, danabau dan juru mertani akan melawak untuk membuat pertunjukkan lebih seru. Kendhil diberikan kepada pengantin, sementara ubo rampe direbutkan tamu undangan.
Budidaya Padi Salibu, Cara Petani Raih Untung Walau Hadapi Krisis Pandemi
Makna tradisi Begalan
“Ada ekspektasi yang besar melalui perhelatan begalan. Selain sebagai media piwulan (ajaran) bagi mempelai berdua, begalan juga berisi mantra dan penyuwunan (doa),” tulis Yusmanto dalam tulisan yang dimuat pada laman Repositori Kemdikbud.
Menurut Yusmanto, terdapat tiga makna dalam tradisi begalan, yakni makna tekstual, makna kontekstual, dan makna simbolik.
Makna tekstual berupa nasihat diucapkan kepada pengantin mengenai apa-apa yang harus dilakukan dalam memulai dan menjalani kehidupan berumah tangga.
Makna kontekstual berupa permohonan keselamatan agar pengantin dapat mengarungi kehidupan baru. Sementara makna simbolik berupa filosofi dalam peralatan dapur atau ubo rampe yang dibawa.
Tradisi begalan sudah melekat dalam etnis Banyumasan. Kehadirannya diharapkan tetap ada dengan diwariskan kepada anak cucu. Semoga informasi ini membuat Kawan semakin tahu Indonesia, ya!
Tepak Sirih: Simbolisme Budaya dalam Pernikahan Adat Melayu
Referensi: Media Neliti | Repositori Kemdikbud | Youtube BNPB D.I. Yogyakarta
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News