Pemerintah Indonesia resmi merampungkan studi kelayakan (feasibility study/FS) pembangunan Small Modular Reactor (SMR) yang digarap bersama Amerika Serikat dan Jepang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut hasil FS ini jadi langkah awal penting sebelum masuk ke tahap perizinan konstruksi dan legalitas.
“Energi nuklir ini juga menjadi salah satu pengembangan proyek kerja sama yang kemarin sudah di-MoU-kan dengan Amerika dan Jepang, yang terkait teknologinya. Sekarang feasibility study-nya sudah selesai,” ujar Airlangga.
Teknologi SMR, Efisien dan Modular
SMR disebut mampu menghasilkan listrik hingga 700 MW hanya dalam 4 tahun berkat sistem modular yang bisa ditingkatkan secara bertahap. Teknologi ini dianggap lebih efisien dan fleksibel dibandingkan pembangkit nuklir konvensional yang biasanya membutuhkan waktu konstruksi lebih panjang.
Target PLTN 2034: 500 MW di Sumatera & Kalimantan
Dalam peta jalan pembangunan PLTN, pemerintah menargetkan kapasitas 500 MW pada 2034, masing-masing 250 MW di Sumatera dan Kalimantan. Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, bahkan disebut memiliki potensi uranium sekitar 24.112 ton, yang bisa menjadi salah satu sumber energi penting untuk proyek ini.
Proyek ini akan digarap PT PLN Indonesia Power bersama NuScale Power (AS) dan JGC Corporation (Jepang). Kolaborasi ini diharapkan mempercepat pemanfaatan energi nuklir di Indonesia sekaligus memperkuat kerja sama strategis dengan mitra internasional.
Dengan rampungnya studi kelayakan, langkah Indonesia menuju pemanfaatan energi nuklir kian nyata. Selain untuk memperkuat ketahanan energi, proyek ini juga diproyeksikan jadi tonggak baru dalam transisi energi bersih dan berkelanjutan di Tanah Air.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News